Menyoal Kewenangan Ditjen Pajak untuk Intip Rekening Nominal Tertentu

INFORMASI.COM, Jakarta - Penerbitan PMK No 47 Tahun 2024 oleh Menteri Keuangan, Sri Mulyani menjadi sorotan. Terutama soal wewenang Ditjen Pajak untuk mengintip informasi keuangan pemilik rekening dengan batas nominal tertentu.
Menurut Dosen Perpajakan FEB UPN Veteran Jakarta dan Partner Konsultan Pajak DSK Global, Suparna Wijaya, meski sempat ramai di masyarakat, wewenang Ditjen Pajak dalam PMK No 47 Tahun 2024 untuk mengintip informasi keuangan bukanlah yang baru.
Suparna menuturkan, ketentuan tersebut sudah ada sebelumnya, yakni pada PMK No 70 Tahun 2017. Dalam aturan tersebut, lembaga keuangan wajib melaporkan ke DJP atas transaksi keuangan suatu entitas atau wajib pajak badan dan orang pribadi. Akan tetapi, untuk wajib pajak orang pribadi dibatasi hanya agregat saldo minimal Rp200 juta.
“Karena terdapat gejolak di masyarakat, akhirnya untuk wajib pajak orang pribadi diubah dengan batasan saldo agregat minimal Rp 1 miliar,” kata Suparna kepada Fakta.com, Kamis (15/8/2024).
Kabar Baik untuk 18 Industri Nih, BKPM Usul Perpanjangan Liburan PajakAdapun perubahan tersebut juga sudah tertuang dalam peraturan sebelumnya, yakni PMK No 19 Tahun 2018.
Jadi, ketika dalam satu lembaga keuangan nominal rekening sudah mencapai Rp1 miliar, lembaga keuangan tersebut wajib melapor ke Ditjen Pajak.
Wewenang Ditjen Pajak
Menurut Suparna, pada dasarnya Ditjen Pajak memiliki wewenang untuk “mengintip” rekening milik nasabah. Hanya saja, dengan aturan ini rekening dengan nominal tidak melewati batas yang ditentukan apabila ingin diintip misalnya untuk pemeriksaan tertentu, Ditjen Pajak harus mengajukan surat permintaan data kepada lembaga keuangan.
“Surat permintaan data akan diterbitkan oleh DJP misalnya ketika wajib pajak sedang dilakukan pemeriksaan pajak, pemeriksaan bukti permulaan, atau penagihan pajak,” tutur Suparna.
Sekadar informasi, berdasarkan data yang dirilis oleh Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), per April 2024 distribusi simpanan dengan nilai di antara Rp500 juta sampai Rp1 miliar mencapai 831.076 rekening. Di periode sama, data LPS juga menunjukkan ada 369.069 rekening dengan nilai simpanan di antara Rp1 miliar sampai Rp2 miliar.
“Ketika dibuka rekening kan ditanya pekerjaan, penghasilan, dan sebagainya dari situ tercermin jika (nominal rekening) tidak sesuai profil, maka dapat dicurigai adanya potensi pidana, seperti korupsi, pencucian uang, atau bisa jadi rekening tersebut dijual ke orang lain misalnya dalam kasus judi online,” ujar Suparna menambahkan.
Mencari Celah Pajak Agar Pendapatan Negara MenanjakSuparna juga mengatakan, sejak 2017, seringkali wajib pajak badan dimintai keterangan oleh Ditjen Pajak ketika ada ketidaksesuaian antara mutasi kredit dengan peredaran usaha.
Padahal, menurut Suparna mutasi kredit tidak harus sama dengan penjualan tunai atau pembayaran atas piutang penjualan kredit. Bisa saja dari pinjaman, tetapi harus bisa dibuktikan misalnya adanya kontrak perjanjian utang-piutang dengan pihak lain.
Selain itu, mutasi kredit juga bisa berasal dari hal lainnya misalnya setoran modal atau peningkatan modal.
“Seharusnya sejak ada ketentuan ini (Petunjuk Teknis Mengenai Akses Informasi Keuangan untuk Kepentingan Perpajakan), ketentuan perpajakan diubah, misalnya terdapat kewajiban bagi wajib pajak badan untuk melaporkan Laporan Arus Kas (LAK) sehingga ketika ada perbedaan mutasi kas dengan peredaran usaha, tidak selalu ditanya oleh Ditjen Pajak dan dikategorikan sebagai penjualan” pungkas Suparna.
Sempat Hattrick Lampaui Target, Penerimaan Pajak Tahun Ini Banyak 'PR'Sebelumnya, Direktur Jenderal Pajak Kementerian Keuangan, Suryo Utomo menjelaskan, PMK 47/2024 adalah pelaksanaan dari Undang-Undang Akses Informasi Keuangan. Suryo mengatakan, aturan itu juga merupakan perubahan ketiga dari PMK 70/2017.
"PMK ini, kita mencoba untuk mengatur, menjaga validitas data yang akan didapatkan secara kualitas dan ketepatannya," kata Suryo dalam konferensi pers APBN Kita.
Oleh karena itu, kata Suryo, di PMK 40/2024, terdapat due diligence (uji tuntas) oleh perbankan dalam pembukaan rekening baru. Kemudian, lanjut dia, ada semacam anti penghindaran.
"Di pasal 30A, apabila ada kesepakatan untuk menghindarkan data dan informasi, kita berhak untuk melakukan valuasi," ucap dia.
Dia pun menegaskan, ini merupakan kesepakatan di tingkat internasional. Dengan begitu, Suryo bilang, pihaknya bisa menegakkan hak dan kewajiban perpajakan di masing-masing otoritas.
Komentar (0)
Login to comment on this news