Rencana Subsidi KRL Berbasis NIK Terus Dikritisi, Perparah Kemacetan

INFORMASI.COM, Jakarta - Pakar Ekonomi dan Direktur Riset Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia, Piter Abdullah, memberikan kritik tajam terhadap rencana pemerintah untuk menerapkan subsidi KRL berbasis Nomor Induk Kependudukan (NIK).
Piter menilai kebijakan ini menunjukkan kurangnya pemahaman mendalam pemerintah mengenai permasalahan transportasi yang dihadapi masyarakat.
"Pemerintah tampaknya belum sepenuhnya memahami apakah kebutuhan utama masyarakat adalah tarif yang lebih rendah atau peningkatan pendapatan. Ini sangat penting untuk merumuskan kebijakan yang efektif," ujar Piter kepada Fakta pada Senin (2/9/2024).
Menurutnya, subsidi berbasis NIK hanya akan memberikan solusi jangka pendek dan tidak menyelesaikan masalah secara menyeluruh. Piter menegaskan perlunya pendekatan holistik yang tidak hanya fokus pada subsidi, tetapi juga pada penyediaan moda transportasi yang layak, andal, dan terjangkau.
Rencana Subsidi KRL Berbasis NIK Dinilai Gencet Kelas MenengahEkonom dan Pendiri Narasi Institute, Nur Achmad Hidayat, juga menanggapi isu ini dengan menyoroti dampak potensial dari kenaikan tarif KRL. Ia menekankan bahwa jika tarif KRL dinaikkan tanpa mempertimbangkan daya beli masyarakat, hal itu dapat merugikan konsumen, khususnya mereka yang bergantung pada KRL untuk kegiatan sehari-hari.
"Kenaikan tarif bisa membebani masyarakat, terutama golongan menengah ke bawah yang mungkin tidak memiliki alternatif transportasi yang terjangkau," jelas Achmad.
Achmad menambahkan bahwa kenaikan tarif KRL berpotensi memicu resistensi dari publik. Dia menjelaskan bahwa aksi protes atau demo kemungkinan akan meningkat karena masyarakat sudah terbiasa dengan tarif tiket yang terjangkau.
Tiket KRL Berbasis NIK Diterapkan pada 2025, Menhub: Masih WacanaMenurutnya, KRL bukan hanya sekadar moda transportasi, melainkan juga sarana penting bagi banyak orang untuk mengakses pekerjaan dan layanan di kota-kota besar. Jika kebijakan tersebut tidak mempertimbangkan aspek-aspek ini, hal itu dapat menyebabkan ketidakpuasan yang meluas.
Lebih lanjut, kata dia, jika tarif KRL dinaikkan, masyarakat mungkin akan mencari alternatif transportasi yang lebih murah, seperti kendaraan pribadi atau ojek online. Hal ini, menurutnya, bertentangan dengan upaya pemerintah untuk mendorong penggunaan transportasi umum demi mengurangi kemacetan dan polusi udara.
"Kenaikan tarif KRL justru bisa membuat masyarakat beralih ke moda transportasi lain yang berpotensi menyebabkan kemacetan," tegasnya.
Sebelumnya, rencana pengenaan subsidi untuk KRL yang berbasis Nomor Induk Kependudukan (NIK) menjadi topik hangat di media sosial. Diskusi ini dipicu oleh laporan yang mengacu pada data dari Buku II Nota Keuangan RAPBN 2025, yang telah diserahkan oleh pemerintah kepada DPR untuk dibahas lebih lanjut.
Dokumen tersebut memuat anggaran belanja subsidi PSO (Public Service Obligation) yang dialokasikan untuk meningkatkan kualitas dan inovasi pelayanan kelas ekonomi, termasuk untuk KRL Jabodetabek.
Salah satu perubahan utama yang diusulkan adalah penyesuaian sistem pemberian subsidi yang direncanakan akan diterapkan mulai tahun depan.
Komentar (0)
Login to comment on this news