Uni Eropa Siap Retaliasi, Harapan Kesepakatan Dagang dengan AS Memudar

INFORMASI.COM, Jakarta - Pada Senin (21/7/2025), Komisi Uni Eropa dilaporkan tengah mempersiapkan balasan terhadap rencana tarif tinggi dari Amerika Serikat (AS). Brussels menilai pendekatan Washington sudah melampaui batas dan kini membuka pintu untuk konfrontasi dagang terbuka.
Apa yang Terjadi?
- • Uni Eropa mempertimbangkan untuk mengaktifkan paket retaliasi senilai €72 miliar, jika AS memberlakukan tarif baru terhadap mobil dan komponen otomotif Eropa.
- • Langkah ini menyusul pernyataan kubu Trump yang berniat mengenakan tarif hingga 30% atas kendaraan Eropa demi melindungi industri otomotif AS.
- • Brussels menilai negosiasi dengan AS tidak menunjukkan kemajuan berarti, dan kini tengah mempertimbangkan langkah pembalasan hukum dan ekonomi.
Kenapa Ini Penting?
- • Risiko perang dagang besar-besaran antara dua blok ekonomi terbesar dunia bisa mengganggu rantai pasok global, khususnya industri otomotif.
- • Uni Eropa merasa harus menunjukkan ketegasan untuk melindungi kepentingan industrinya, sekaligus mempertahankan posisi tawar dalam diplomasi perdagangan.
- • Persiapan retaliasi juga menjadi sinyal kepada negara-negara anggota bahwa Brussels tidak akan pasif menghadapi tekanan Trump.
“ Uni Eropa akan mempertahankan diri jika terkena tindakan sepihak yang tidak adil. Kami telah menyiapkan respons yang kuat dan proporsional. ”
— Wakil Presiden Komisi Eropa, Maroš Šefčovič
Apa Saja yang Disiapkan Uni Eropa?
- • Paket balasan tarif senilai €72 miliar siap diaktifkan terhadap produk-produk AS, jika tarif mobil diberlakukan.
- • Instrumen Anti-Koersi (Anti-Coercion Instrument/ACI) mulai dipertimbangkan untuk digunakan, meski sebelumnya enggan diterapkan karena dianggap terlalu eskalatif.
- • Uni Eropa tetap menjaga pendekatan multilateral dengan mengajak negara G7 lain membahas pendekatan bersama terhadap kebijakan proteksionis AS.
Apa Itu Instrumen Anti-Koersi?
- • ACI adalah kebijakan Uni Eropa untuk melindungi diri dari tekanan ekonomi eksternal.
- • Dirancang agar Uni Eropa bisa merespons ancaman ekonomi, tarif, atau embargo dari negara-negara non-Uni Eropa yang bertujuan memaksa perubahan kebijakan internal.
- • ACI memungkinkan Uni Eropa untuk menyelidiki dan membuktikan adanya tindakan koersif oleh negara lain.
- • ACI juga memungkinkan upaya dialog atau negosiasi sebagai langkah awal penyelesaian.
- • Menjatuhkan sanksi balasan jika pendekatan damai gagal, seperti tarif, pembatasan impor, atau larangan investasi.
- • Instrumen ini mulai berlaku pada 2024, sebagai bagian dari strategi UE memperkuat kemandirian dan ketahanan ekonomi.
- • Kebijakan ini juga memberi sinyal bahwa Uni Eropa tak akan diam atau tunduk terhadap upaya intimidasi ekonomi.
Apa Tantangannya?
- • Beberapa negara anggota Uni Eropa, termasuk Jerman, masih berharap bisa menjaga jalur diplomatik dan menghindari konfrontasi langsung dengan AS.
- • ACI masih tergolong alat baru, dan implementasinya bisa menjadi preseden berbahaya jika tak dikelola hati-hati.
- • Ada kekhawatiran bahwa langkah retaliasi dapat dimanfaatkan oleh Trump untuk memperkuat narasi populis dalam kampanye pilpresnya.
Ke Depan: Negosiasi atau Konfrontasi?
- • Donald Trump kembali mengisyaratkan niat untuk memberlakukan tarif tinggi dan meninjau ulang kesepakatan dagang internasional yang dianggap “merugikan AS”.
- • Prospek tercapainya kesepakatan dagang Uni Eropa-AS makin suram, terutama jika kampanye Trump semakin mengarah pada proteksionisme.
- • Uni Eropa kini tampak lebih siap menghadapi tekanan, tidak seperti periode sebelumnya yang lebih mengedepankan kompromi.
- • Brussels mulai mempertimbangkan kombinasi pendekatan diplomatik dan strategi pertahanan ekonomi, termasuk langkah-langkah hukum.
- • Ketegangan ini dapat menjadi ujian bagi soliditas internal Uni Eropa, khususnya dalam menjaga kesatuan sikap di antara negara-negara anggotanya.
Uni Eropa tak lagi sekadar berharap kompromi dari Washington. Paket retaliasi besar telah disiapkan, menandai era baru dalam hubungan dagang Eropa-AS yang semakin keras dan penuh kalkulasi geopolitik. (Global Banking & Finance/Financial Times)