- Home
- Internasional
- Tekad Warga Gaza: Lebih Baik Mati daripada Dipaksa Israel Pergi
Tekad Warga Gaza: Lebih Baik Mati daripada Dipaksa Israel Pergi

INFORMASI.COM, Jakarta - Tentara Israel memerintahkan warga Palestina di Jabalia, Beit Hanoun, dan Beit Lahia meninggalkan rumah mereka di Gaza utara dan bergerak ke selatan. Namun, banyak warga Palestina menolak perintah Israel untuk meninggalkan rumahnya meskipun dipaksa.
"Lebih baik mati dari pada pergi. Tentara pendudukan ini berusaha memaksa kami untuk bermigrasi dan pindah ke selatan setelah satu tahun bertahan di utara dan setelah kehilangan rumah dan pekerjaan kami," kata Ibrahim Awda, warga Palestina yang tinggal bersama keluarganya di kamp pengungsi Jabalia kepada Anadolu via Antara, Kamis (10/10/2024).
Awda telah kehilangan dua anaknya yang wafat akibat akibat serangan Israel. Rumahnya pun sudah tak bersisa, kecuali puing-puing yang lantas rata dengan tanah.
Bukan cuma Awda, pengungsi di kamp Jabalia pun menolak untuk mematuhi perintah evakuasi Israel. "Mereka tidak akan meninggalkan rumah mereka di Gaza utara, kecuali kami mati," kata lelaki 42 tahun itu.
Awda mengatakan bahwa tentara Israel mencoba menipu warga Gaza utara dengan mengeklaim bahwa wilayah selatan aman bagi pengungsi. "Keberlanjutan kejahatan Israel dan pembunuhan yang disengaja terhadap warga sipil yang mengungsi menunjukkan kebohongan mereka," tambahnya.
Padahal, baik utara maupun selatan Gaza, tak punya ruang cukup untuk merasa aman dan terhindar dari serangan. Awda pun mencontohkan, sedikitnya 26 orang tewas dalam serangan Israel terhadap sebuah sekolah dan masjid yang menjadi tempat penampungan pengungsi di kota Deir al-Balah, pusat Gaza, akhir pekan ini.
"Pembantaian ini terjadi pada hari yang sama saat tentara Israel mengeluarkan perintah evakuasi bagi kami untuk menuju ke selatan," kata Awda.
Mureed Ahmad, 26, memiliki pandangan yang sama. Pemuda Palestina ini percaya bahwa tentara Israel menggunakan ancaman militer untuk memaksa penduduk Jabalia mengungsi ke selatan.
"Kami menolak untuk meninggalkan rumah kami sejak hari pertama perang. Kami tidak akan menerima untuk pergi sekarang," katanya kepada Anadolu. "Kebijakan ini terbukti gagal, Penduduk Palestina menolak untuk meninggalkan rumah mereka meskipun tentara Israel terus mengepung."
Tentara Israel memang mengakui kembali membombardir Gaza utara. Ini adalah kali ketiga serangan militer pasukan Zionis membesar lagi di Jabalia, sejak pecahnya konflik Gaza 7 Oktober 2023. Pasukan Israel bahkan memperketat pengepungan di sekitar Gaza utara dan memutus hubungan dengan Gaza City.
Tentara Israel telah berulang kali mengeluarkan perintah bagi warga Palestina untuk mengungsi dari wilayah mereka sejak perang dimulai pada 7 Oktober 2023. Otoritas Palestina memperkirakan ada sekitar 700.000 orang yang masih tinggal di Gaza utara.
Ratusan warga Palestina tewas dan ribuan terluka dalam penembakan artileri dan serangan udara Israel di kamp tersebut dalam beberapa bulan terakhir. Menurut otoritas kesehatan setempat, pengepungan wilayah utara memuat seluruh penduduk di sana berada di ambang kelaparan.
Kendati masih banyak yang bertahan, banyak warga Gaza lainnya justru berusaha melarikan diri dari wilayah itu. Salah satunya, As'ad Al-Nadi, warga Jabalia yang mencoba melarikan diri bersama keluarganya menuju zona aman di Gaza City bagian barat.
"Namun, kami diserang secara langsung, menyebabkan anak laki-laki saya yang berusia 16 tahun terluka," kenangnya.
Dia harus memapah putranya di bahunya untuk dibawa ambulans ke Rumah Sakit Al-Ahli Baptist agar mendapatkan perawatan medis.
Meskipun dia masih khawatir akan keluarganya, Al-Nadi mengatakan bahwa dia tidak akan meninggalkan rumahnya di Jabalia dan pindah ke selatan.
"Saya mungkin akan pindah di dalam Gaza utara, tapi saya tidak akan pernah pindah ke selatan. Semua orang yang melarikan diri ke Gaza selatan sejak perang pecah belum dapat kembali ke Gaza utara sampai hari ini," tegasnya. (Anadolu/ANT)
Komentar (0)
Login to comment on this news