5 Informasi Unik Sejarah Indonesia, Salah Satunya Soekarno Pernah Jadi Anak Kos

INFORMASI.COM, Jakarta - Sejak duduk di bangku sekolah dasar, tentu kita sudah diajari tentang sejarah Indonesia yang bukunya tebal dan penuh dengan bacaan. Tanpa sadar, masih banyak cerita sejarah yang tidak banyak diketahui masyarakat.
Panjangnya kisah perjalanan Indonesia dari masa ke masa menyisakan cerita yang terdengar unik dan tak disangka.
Mau tahu? Berikut ini kami beberkan 5 fakta unik dari sejarah Indonesia yang mungkin belum kamu ketahui.
1. Soekarno Pernah Jadi Anak Kos

Salah satu founding fathers Indonesia, Soekarno, ternyata pernah jadi anak kos, lho! Ketika masih muda, presiden pertama Indonesia itu ketika masih muda pernah tinggal di kos-kosan yang dimiliki oleh Tjokroaminoto dan istrinya, Suharsikin. Penghuni dari kos itu merupakan para siswa sekolah menengah elit seperti HBS dan MULO.
Soekarno, dalam autobiografi yang berjudul "Bung Karno: Penyambung Lidah Rakyat", menceritakan memorinya ketika masih menjadi anak kos.
“Rumah itu dibagi menjadi sepuluh kamar kamar-kamar kecil, termasuk yang di loteng. Keluarga Pak Tjokro tinggal di depan. Kami anak-anak kos di belakang,” beber Soekarno, seperti dikutip pada Rabu (11/12/2024).
Selain Soekarno, penghuninya ada Semaun, Musso, dan Kartosuwiryo.
2. Boedi Oetomo Didirikan oleh Siswa Kedokteran

Pernahkah kamu menyangka bahwa siswa kedokteran menjadi salah satu pelopor dari pergerakan nasional? Faktanya, salah satu organisasi pemuda tertua didirikan oleh anak-anak kedokteran.
Merekalah murid-murid STOVIA yang mendirikan Boedi Oetomo pada 20 Mei 1908. Soetomo, M. Soeradji, M. Muhammad Saleh, M. Soewarno, M. Goenawan, Soewarno, R. M. Goembrek, R. Angka, dan M. Soeleiman berkumpul di ruang kelas anatomi untuk mendirikan perkumpulan Boedi Oetomo. Mereka merupakan murid-murid Sekolah Dokter Djawa yang tengah menempuh pendidikan dokter.
3. Saat Membacakan Proklamasi, Soekarno Lagi Sakit

Kembali lagi ke Soekarno. Ternyata, ketika momen pembacaan naskah proklamasi kemerdekaan pada 17 Agustus 1945, Soekarno sedang sakit.
Soekarno memang telah lama menderita penyakit malaria. Semalam sebelum pembacaan proklamasi, Soekarno dan beberapa tokoh lain menyusun naskah proklamasi semalam suntuk. Hal itu juga yang kemudian menyebabkan Soekarno tidak dalam kondisi terbaik saat proklamasi kemerdekaan.
4. Rekaman Proklamasi Soekarno Baru Direkam Pada 1951

Kalian pasti sering mendengar suara Soekarno yang sedang membacakan naskah proklamasi kemerdekaan Indonesia. Namun, rekaman itu bukanlah rekaman langsung pada 17 Agustus 1945.
Faktanya, rekaman itu baru direkam enam tahun kemudian. Itu pun Soekarno harus dibujuk terlebih dahulu.
Dikutip dari Radio Republik Indonesia, pendiri RRI, Jusuf Ronodipuro, meminta Bung Karno untuk melakukan rekaman suara pembacaan proklamasi. Awalnya, Bung Karno menolak permintaan tersebut dengan alasan bahwa proklamasi hanya dibacakan sekali saja.
Namun, Jusuf terus membujuk Bung Karno dan akhirnya Putra Sang Fajar itu bersedia untuk melakukan rekamannya pada 1951.
5. Bandung Pernah Jadi Ibu Kota Hindia Belanda

Dikutip dari artikel berjudul "Bandung Sebagai Ibukota Hindia Belanda" oleh Iwan Hermawan yang terbit pada jurnal Arkeologi Masa Kini, pada masa pemerintahan Gubernur Jenderal J. P. Graaf van Limburg Stirum (1916-1921), timbul gagasan untuk memindahkan ibu kota Hindia Belanda dari Batavia ke Bandung.
Gagasan tersebut bermula dari hasil studi tentang kesehatan kota-kota pantai di pulau Jawa oleh H.F. Tillema, seorang Ahli Kesehatan Lingkungan yang bertugas di Semarang. Hasil studi tersebut menyimpulkan kota-kota pelabuhan di pantai Jawa yang tidak sehat, menyebabkan orang tidak pernah memilih sebagai kedudukan kantor pemerintah, kantor pusat niaga dan industri, pusat pendidikan dan sebagainya.
Hasil penelitian tersebut tidak mengecualikan Batavia, kota pelabuhan ini kurang memenuhi persyaratan sebagai pusat pemerintahan Hindia Belanda. Pada rekomendasi akhir, H. F. Tillema merekomendasikan agar kota Bandung dipilih sebagai Ibukota Hindia Belanda yang baru menggantikan Batavia.
Usulan ini juga didukung oleh Prof. Ir. J. Klopper, rektor magnificus Bandoengsche Technische Hoogeschool (sekarang dikenal dengan nama ITB) dan mulai dilaksanakan pada 1920. Sejak saat itu, beberapa kantor instansi pemerintah maupun swasta dipindahkan ke Bandung.
Namun, kantor gubernur jenderal Hindia Belanda baru dipindahkan ke Bandung pada awal Maret 1942. Saat itu kondisinya Belanda telah terdesak oleh Jepang di Batavia. Jadi, status ibukota Hindia Belanda secara de facto pernah pindah ke Bandung meski hanya beberapa hari saja.
(Penulis: Daffa Prasetia)
Komentar (0)
Login to comment on this news