Petani Kecil Merana Ekspor Sawit ke UE Anjlok Gegara EUDR

Petani Kecil Merana Ekspor Sawit ke UE Anjlok Gegara EUDR
Pekerja di perkebunan kelapa sawit. (Sumber: GAPKI)

INFORMASI, Jakarta - Ekspor minyak sawit Indonesia ke Uni Eropa (UE) terus menurun sejak 2018, menurut Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI). Salah satu penyebabnya adalah kebijakan European Union Deforestation Regulation (EUDR).

By the numbers:

  • 2018: 5,7 juta ton.
  • 2023: 4,1 juta ton.
  • 2024 (estimasi): 3,3 juta ton.
  • Target ekspor total 2025: 28 juta ton (ke seluruh dunia)

Tren ini harus menjadi perhatian serius kita, karena EUDR dapat semakin merugikan ekspor minyak sawit Indonesia.

— Eddy Martono, Ketua Umum GAPKI, di Jakarta, Kamis (3/7/2025).

Kenapa ini penting?

  • Ekspor turun disebabkan salah satunya oleh kebijakan European Union Deforestation Regulation (EUDR).
  • EUDR mewajibkan produk masuk ke pasar Eropa bebas dari deforestasi — termasuk sawit, kakao, kopi, dan kayu.
  • EUDR juga memperkenalkan persyaratan ketertelusuran, uji tuntas, dan bukti bahwa produk tidak berasal dari lahan yang mengalami degradasi hutan.

Indonesia termasuk dalam kategori risiko standar deforestasi dalam daftar Komisi Eropa per Mei 2025, di bawah risiko tinggi seperti Myanmar dan Korea Utara, tetapi tidak seaman kategori rendah seperti EU, AS, dan China.

Zoom out:

GAPKI khawatir EUDR membebani petani kecil (smallholders) yang belum siap dari sisi teknis dan administratif.

Yang paling tidak siap adalah smallholder. Sedangkan kita juga terkena dampaknya sebagai perusahaan.

— Eddy Martono.

Between the lines:

GAPKI menyebut posisi Indonesia dalam kategori standard risk sudah relatif baik untuk tahap awal. 

Namun...

Bila EUDR secara sepihak mengecualikan produk dari negara-negara seperti AS atau UE sendiri sebagai zero risk, itu akan dianggap diskriminatif.

Kita harus react, komplain, dan kompak. Karena itu diskriminasi.

— Eddy Martono.

What’s next:

  • GAPKI mendesak UE mempertimbangkan kembali penerapan penuh EUDR dan memberi waktu penyesuaian, sambil Indonesia memperbaiki tata kelola industri sawit nasional.
  • Salah satu langkahnya adalah memperkuat penerapan Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO) sebagai standar keberlanjutan domestik.

(ANT)

BAGIKAN
Anda harus login untuk memberikan komentar.