Survei PwC: Konsumen Indonesia Ubah Prioritas Belanja Akibat Tekanan Ekonomi

INFORMASI.COM, Jakarta - Tekanan biaya hidup dan ketidakstabilan ekonomi mendorong konsumen Indonesia untuk mengubah cara mereka membeli dan memilih makanan, menurut survei Voice of the Consumer 2025 dari PricewaterhouseCoopers (PwC).
Apa yang terjadi
- • 50% konsumen Indonesia khawatir terhadap kondisi ekonomi dan harga kebutuhan pokok—lebih tinggi dari rata-rata global (44%) dan Asia Pasifik (42%).
- • Konsumen cenderung membeli lebih sedikit dan memilih produk yang lebih murah.
- • Kesadaran akan kesehatan meningkat tajam, dengan 72% menghindari aditif dan 71% khawatir terhadap makanan ultra-olahan.
Nilai baru dalam makanan
- • 60% konsumen berharap produsen makanan menghadirkan pilihan yang lebih sehat.
- • 58% ingin informasi manfaat kesehatan yang lebih jelas dalam label dan iklan produk.
- • Gen Z memprioritaskan keterjangkauan (36%), sementara Gen X cenderung memilih bahan segar (51%).
Kecerdasan buatan (AI) dan privasi: peluang sekaligus kekhawatiran
“ Penggunaan AI untuk mendukung gaya hidup sehat menciptakan peluang besar, tapi kekhawatiran terhadap privasi harus diatasi. ”
— Martijn Peeters, Presiden Direktur PwC Consulting Indonesia melalui siaran pers, dikutip Rabu (9/7/2025).
- • Lebih dari 60% konsumen Indonesia sudah memakai AI untuk rencana makan dan belanja.
- • Tapi, 92% khawatir soal ancaman siber, 91% soal pelanggaran data pribadi, dan 89% mempertanyakan akurasi AI dalam memberi saran kesehatan.
Keberlanjutan jadi pertimbangan
- • 71% bersedia membayar lebih untuk produk yang ramah lingkungan.
- • 57% lebih memilih kemasan ramah lingkungan.
- • Namun, hanya 62% yang benar-benar khawatir terhadap perubahan iklim—angka yang tergolong rendah jika dibandingkan dengan kawasan lainnya.
Apa selanjutnya?
PwC memproyeksikan industri makanan akan menyatu dengan sektor kesehatan, teknologi, dan keuangan, menciptakan “domain baru” dalam sistem pangan global:
“ Perusahaan yang membangun ekosistem lintas sektor—mulai dari belanja hingga layanan kesehatan digital—akan lebih siap menghadapi konsumen yang menuntut nilai, transparansi, dan kenyamanan. ”
— kata Martijn.
Kenapa ini penting?
Ketika konsumen makin sadar akan kesehatan dan keberlanjutan tapi juga dibatasi oleh tekanan ekonomi, perusahaan makanan perlu menjembatani antara aspirasi konsumen dan aksesibilitas—dengan pendekatan yang lebih personal, digital, dan etis.