Perjanjian Trans Pacific Bisa jadi Pisau Bermata Dua bagi RI, Apa Maksudnya?

INFORMASI.COM, Jakarta - Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, telah melakukan perjanjian perdagangan bebas Comprehensive and Progressive Agreement for Trans-Pacific Partnership (CPTPP) pada Rabu (25/9/2024).
Menko Airlangga menjelaskan saat konferensi pers bahwa sektor tekstil dan garmen yang menjadi salah satu sektor terbesar dalam penyerapan tenaga kerja.
Menurutnya, saat ini Indonesia dikenakan tarif masuk sebesar 20% hingga 40% di banyak negara.
“Dengan bergabungnya kita ke CPTPP, tarif ini bisa lebih rendah sehingga ekspor kita bisa meningkat lebih besar," kata Airlangga.
Indonesia Kerja Sama Trans Pacific, Target Ekspor Naik 10%Menanggapi hal itu, Center of Industry, Trade and Investment INDEF, Andry Satrio Nugroho menyatakan harapannya agar sektor tekstil, khususnya di hilir, mendapatkan keuntungan dari bergabungnya Indonesia ke CPTPP.
Namun, ia juga mengingatkan akan ancaman yang mungkin dihadapi oleh sektor hulu dan sektor antara dari industri tekstil akibat meningkatnya impor.
“Kita perlu hati-hati, karena hal ini bisa menjadi ancaman di sektor hulu dan sektor antara, terutama karena akan terbuka peluang impor yang lebih besar,” ucap Andry kepada Fakta.com, Kamis (26/9/2024).
Ia menambahkan dukungan pemerintah sangat diperlukan agar efek dari CPTPP tidak menjadi pisau bermata dua yang merugikan baik industri bahan baku maupun tekstil itu sendiri.
“Pemerintah harus bekerja sama, bahu membahu, antar kementerian untuk memastikan industri tetap kompetitif,” kata Andry menambahkan.
Impor Menyerang, Industri Tekstil Menabuh Genderang PerangAndry juga menekankan bahwa sektor hilir bisa menjadi boomerang bagi industri tekstil.
Dengan terbukanya pasar dalam negeri yang lebih luas melalui CPTPP, pasti ada perusahaan yang akan diuntungkan, namun ada juga yang terdampak.
"Perusahaan yang terdampak harus dipetakan oleh pemerintah dan dikuatkan daya saingnya, baik dari segi sumber daya manusia, teknologi, hingga bahan baku," ujarnya.
Menurut Andry, jika Indonesia resmi membuka akses melalui CPTPP, pemerintah harus segera melakukan langkah-langkah untuk meminimalisir dampak negatif bagi industri dalam negeri.
Dukungan ini dinilai penting untuk menjaga daya saing Indonesia di pasar global.
Komentar (0)
Login to comment on this news