Problematika Pemutaran Musik di Ruang Publik, Beda DPR dan Pemerintah

INFORMASI.COM, Jakarta - DPR RI meminta pemerintah agar tidak memberatkan pelaku usaha terkait kewajiban pembayaran royalti atas pemutaran lagu di ruang publik komersial. Permintaan ini disampaikan usai munculnya isu sejumlah kafe dan tempat usaha enggan memutar lagu Indonesia karena kekhawatiran masalah royalti.
Jangan Mempersulit
- • Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad mengatakan pihaknya sudah meminta Kementerian Hukum untuk mengevaluasi aturan agar tidak menyulitkan pelaku usaha.
- • Ia menambahkan, langkah tersebut perlu dilakukan sembari menunggu selesainya revisi Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta yang tengah bergulir di DPR.
- • DPR memberi atensi pada dinamika dunia permusikan di Indonesia yang terdampak polemik royalti.
“ Kami sudah minta Kementerian Hukum yang kemudian juga membawahi LMK-LMK (Lembaga Manajemen Kolektif) untuk juga kemudian membuat aturan yang tidak menyulitkan. ”
— Sufmi Dasco, Wakil Ketua DPR RI, di Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin (4/8/2025).
Tanggapan Pemerintah
Menteri Kebudayaan Fadli Zon menyatakan pihaknya akan mencari solusi atas kekhawatiran pelaku usaha.
“ Nanti kita benahi supaya ada jalan keluar yang win-win solution karena memang ada kesalahpahaman, ketakutan semacam itu. ”
— Fadli Zon, Menbud RI, di Depok, Jawa Barat, Minggu (3/8/2025).
Ia menegaskan persoalan ini tidak hanya menjadi tanggung jawab Kementerian Kebudayaan, tetapi juga melibatkan Kementerian Hukum terkait perlindungan hak cipta.
“ Kita akan inisiasi koordinasi antarinstansi guna mencari jalan keluar yang adil bagi pelaku industri musik maupun pemilik usaha. ”
— Fadli Zon menambahkan.
DJKI Kemenkum: Wajib Bayar Royalti
- • Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) Kementerian Hukum menegaskan pelaku usaha yang memutar musik di ruang publik komersial termasuk restoran, kafe, toko, pusat kebugaran, dan hotel wajib membayar royalti kepada pencipta dan pemilik hak terkait.
- • Langganan streaming musik seperti Spotify dan YouTube Premium tidak mencakup hak pemutaran musik untuk tujuan komersial di ruang publik, hanya bersifat pribadi.
- • Royalti dibayarkan melalui Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN) sesuai amanat UU Hak Cipta dan PP Nomor 56 Tahun 2021 tentang Pengelolaan Royalti Lagu/Musik.
“ Hal ini memberikan keseimbangan agar pencipta atau pemilik hak terkait mendapatkan hak ekonominya serta pengguna merasa nyaman dalam berusaha atau menggunakan lagu. ”
— Agung Damarsasongko, Direktur Hak Cipta dan Desain Industri Kemenkum, dalam keterangan tertulis yang dikonfirmasi Antara, Selasa (29/7/2025)
Skema dan Alternatif
- • DJKI menyarankan pelaku usaha membayar ke LMKN.
- • Pelaku usaha tidak perlu mengurus lisensi dari masing-masing pencipta.
- • LMKN nantinya menghimpun dan mendistribusikan royalti secara transparan kepada pencipta lagu.
- • Jika tak memiliki anggaran membayar royalti, pelaku usaha bisa menggunakan:
Agung juga menanggapi kekhawatiran pelaku usaha yang enggan memutar lagu Indonesia:
“ Hal itu justru akan melemahkan ekosistem musik lokal dan tidak memberikan apresiasi kepada pencipta/pemegang hak cipta. ”
— Agung Damarsasongko, menambahkan.
UMKM Dibedakan
- • DJKI memastikan kebijakan ini tidak berlaku sama rata untuk semua skala usaha.
- • UMKM diminta mengajukan permohonan keringanan resmi agar terlindungi secara hukum sekaligus mendukung ekosistem musik nasional.
“ Terdapat mekanisme keringanan atau pembebasan tarif royalti sesuai ketentuan LMKN, berdasarkan ukuran ruang usaha, kapasitas pengunjung, serta tingkat pemanfaatan musik. ”
— Agung mengungkapkan.
Konsekuensi Hukum
Agung menegaskan pelanggaran kewajiban royalti dapat dikenakan sanksi hukum, namun sesuai Pasal 95 ayat (4) UU Hak Cipta, mekanisme mediasi diutamakan sebelum penindakan.
“ Pelindungan hak cipta bukan semata soal kewajiban hukum, melainkan bentuk penghargaan nyata terhadap kerja keras para pencipta. ”
— Agung Damarsasongko, Direktur Hak Cipta dan Desain Industri DJKI Kemenkum.