Koalisi Ishiba Kalah Mayoritas, Partai Populis Anti-Imigran Melesat di Jepang

Koalisi Ishiba Kalah Mayoritas, Partai Populis Anti-Imigran Melesat di Jepang
Ilustrasi, Tokyo. Pemilu Majelis Tinggi Jepang 2025 mengguncang lanskap politik Negeri Sakura. (Foto: Freepik)

INFORMASI.COM, Jakarta - Hasil pemilu Majelis Tinggi Jepang pada Minggu (20/7/2025) mengguncang lanskap politik Negeri Sakura. Koalisi Partai Demokrat Liberal (LDP) dan Komeito kehilangan mayoritas di parlemen, sementara partai sayap kanan populis, Sanseito, mencatat lonjakan dramatis berkat isu anti-imigrasi dan harga kebutuhan pokok.

Apa yang Terjadi?

  • Koalisi LDP-Komeito, yang mendukung pemerintahan Perdana Menteri Shigeru Ishiba, hanya berhasil mengamankan 47 dari 125 kursi yang diperebutkan. Total kursi mereka kini tinggal 122, kurang 3 dari batas mayoritas.
  • Sebaliknya, Sanseito, partai populis dengan retorika nasionalis, naik dari 1 kursi menjadi 15 kursi, menjadikannya kekuatan baru dalam politik Jepang.
  • Perdana Menteri Ishiba mengakui kekalahan ini sebagai “pesan keras dari rakyat”, namun menyatakan akan tetap menjabat setidaknya hingga negosiasi tarif dengan AS rampung.

Kenapa Ini Penting?

  • Stabilitas politik Jepang terguncang karena LDP-Komeito tak lagi bisa meloloskan undang-undang tanpa dukungan oposisi.
  • Lonjakan suara untuk partai populis menunjukkan perubahan sikap pemilih muda yang frustasi terhadap imigrasi dan kenaikan harga kebutuhan pokok.
  • Kekalahan ini datang menjelang batas waktu negosiasi tarif dengan Amerika Serikat pada 1 Agustus 2025, membuat posisi Jepang dalam perundingan menjadi lebih rapuh.

Apa Itu Sanseito?

  • Sanseito, atau disebut juga "Japanese First", adalah partai baru yang mengusung nasionalisme, anti-imigrasi, dan perlindungan ekonomi dalam negeri.
  • Retorika mereka mirip dengan gaya politik Donald Trump, dengan pesan "utamakan rakyat Jepang".
  • Dalam kampanye, mereka memanfaatkan kecemasan soal lapangan kerja, imigrasi, dan biaya hidup, terutama di kalangan pemilih muda dan menengah bawah.

Frasa Japanese First dimaksudkan untuk mengekspresikan upaya membangun kembali mata pencaharian masyarakat Jepang dengan melawan globalisme. Saya tidak mengatakan bahwa kita harus sepenuhnya melarang orang asing atau bahwa setiap orang asing harus keluar dari Jepang.

— Ketua Sanseito, Sohei Kamiya

Dampak ke Ekonomi

  • Yen sempat menguat tipis karena pasar menilai kebijakan ekonomi tetap akan berlanjut dalam jangka pendek, meski ada kekhawatiran tentang stagnasi legislasi.
  • Bursa saham Nikkei mengalami sedikit koreksi usai hasil diumumkan, mencerminkan kecemasan terhadap ketidakpastian kebijakan.
  • Perusahaan Jepang kini bersiap menghadapi kemungkinan penundaan reformasi struktural, termasuk subsidi energi dan insentif investasi.

Reaksi Internasional

  • Amerika Serikat (AS) menyatakan akan terus memantau arah kebijakan Jepang, terutama dalam konteks negosiasi dagang dan stabilitas kawasan Asia Timur.
  • Negara-negara tetangga seperti Korea Selatan dan China juga menyuarakan kehati-hatian terhadap pengaruh partai nasionalis di pemerintahan.

Apa Selanjutnya?

  • Ishiba diperkirakan akan menggelar reshuffle kabinet untuk merespons hasil pemilu dan merangkul suara publik.
  • Partai oposisi moderat seperti Partai Demokrat untuk Rakyat (DPFP) kini memiliki peluang untuk menjadi mitra legislatif.
  • Jika koalisi gagal membangun aliansi stabil, spekulasi soal pemilu cepat untuk Majelis Rendah bisa mencuat dalam beberapa bulan ke depan.

Pemilu Majelis Tinggi 2025 menjadi titik balik politik Jepang. Dominasi LDP terkikis, partai populis bangkit, dan pemerintahan Ishiba menghadapi tantangan serius untuk menjaga stabilitas dalam negeri di tengah tekanan ekonomi dan hubungan dagang internasional yang memanas. (AP/The Guardian)

BAGIKAN
Anda harus login untuk memberikan komentar.