China Bangun Bendungan Terbesar di Dunia di Tibet, Picu Ketegangan Regional

INFORMASI.COM, Jakarta - Pemerintah China resmi memulai pembangunan bendungan terbesar di dunia di Sungai Yarlung Tsangpo, wilayah Tibet. Proyek raksasa senilai 1,2 triliun yuan atau sekitar US$167 miliar ini diprediksi akan menghasilkan listrik tiga kali lebih besar dari Three Gorges Dam, bendungan terbesar saat ini di China.
Proyek Abad Ini
- • The Guardian dan Al Jazeera pada Selasa (22/7/2025) melaporkan, pembangunan bendungan ini menandai ambisi besar China di sektor energi terbarukan.
- • Lokasi proyek berada di kota Nyingchi, Tibet tenggara, di kaki pegunungan Himalaya.
- • Proyek ini akan membangun lima pembangkit listrik tenaga air (PLTA) bertingkat di sepanjang Sungai Yarlung Tsangpo.
- • Diperkirakan akan menghasilkan hingga 300 juta megawatt jam listrik per tahun, menjadikannya bendungan dengan kapasitas energi terbesar di dunia.
- • Listrik yang dihasilkan akan dialirkan ke berbagai wilayah di China untuk memperkuat pasokan energi nasional dan memenuhi kebutuhan listrik lokal di wilayah Tibet.
- • Proyek ini merupakan bagian dari strategi China untuk mencapai target netral karbon dan mempercepat pengembangan ekonomi di wilayah barat China, termasuk Tibet.
“ Proyek ini akan menciptakan lapangan kerja di Tibet. Pemerintah juga akan memberikan perhatian khusus pada konservasi ekologi untuk mencegah kerusakan lingkungan selama pembangunan. ”
— Perdana Menteri China, Li Qiang
Kekhawatiran India dan Bangladesh
- • Sungai Yarlung Tsangpo bermuara menjadi Sungai Brahmaputra di India dan Sungai Jamuna di Bangladesh.
- • India dan Bangladesh khawatir proyek ini akan mengurangi volume air yang mengalir ke wilayah mereka dan menyebabkan kerusakan ekologis dan sosial di daerah hilir.
- • Pemerintah India menyatakan akan terus memantau proyek ini secara ketat.
- • China telah diminta menjamin tidak ada kerugian bagi negara-negara hilir.
- • Ada ketakutan China akan menggunakan bendungan ini sebagai “senjata air”, dengan menahan atau mengalihkan aliran sungai.
- • Lokasi bendungan hanya sekitar 30 kilometer dari perbatasan India yang masih dipersengketakan, menambah sensitivitas geopolitik kawasan.
Dampak Lingkungan dan Budaya
- • Tibet dikenal sebagai “menara air Asia” karena memiliki gletser luas dan jaringan sungai besar dan menyediakan air tawar bagi sekitar 1,3 miliar penduduk di 10 negara.
- • Sungai Yarlung Tsangpo dianggap suci oleh masyarakat Tibet, dan melintasi wilayah dengan keanekaragaman hayati tinggi.
- • Aktivis lingkungan memperingatkan bahwa proyek ini berisiko menyebabkan kerusakan ekosistem Dataran Tinggi Tibet, mengancam satwa liar, serta meningkatkan potensi longsor besar dan gangguan akibat aktivitas tektonik di wilayah ekstrem.
- • Masyarakat Tibet mencemaskan bahwa proyek ini mengabaikan situs-situs budaya dan spiritual di sepanjang sungai, serta minim transparansi terkait potensi penggusuran warga lokal.
- • Proyek-proyek PLTA sebelumnya di Tibet telah menimbulkan protes, seperti demonstrasi anti-bendungan Kamtok pada 2024 yang berujung penangkapan ratusan warga.
- • Three Gorges Dam di China sebelumnya menggusur sekitar 1,4–1,5 juta orang, sementara proyek di Tibet tahun 2015 menggusur sekitar 2.000 orang.
Respons China
- • Pemerintah China menegaskan bahwa proyek ini tidak akan memberikan dampak negatif bagi negara-negara di hilir sungai.
- • Pemerintah China juga menyatakan pembangunan bendungan ini bukan bentuk dari upaya “hegemoni air” atau eksploitasi sepihak terhadap sumber daya alam lintas batas.
- • Kementerian Luar Negeri China menyatakan bahwa akan terus menjaga jalur komunikasi dengan India, Bangladesh, dan negara lain yang terdampak.
- • Kerja sama juga akan ditingkatkan dalam hal pencegahan bencana dan mitigasi risiko.
Pemerintah China menegaskan bahwa pembangunan bendungan ini penting untuk mendorong pertumbuhan ekonomi kawasan barat, meningkatkan ketahanan energi, dan mempercepat transisi ke energi bersih. Li Qiang juga berjanji akan mengedepankan konservasi ekologi dalam proses konstruksi. (The Guardian/Al Jazeera)