Suriah Mengekspor Minyak Mentah Pertama dalam 14 Tahun

Ilustrasi kapal tanker. (Foto: International Chamber of Shipping)
INFORMASI.COM, Jakarta - Suriah mengekspor 600.000 barel minyak mentah berat dari pelabuhan Tartus pada Senin (1/9/2025), menandai ekspor resmi pertama dalam lebih dari satu dekade. Ekspor ini dilakukan di bawah pemerintahan baru yang terbentuk setelah tumbangnya Bashar al-Assad pada Desember lalu, membuka babak baru bagi ekonomi negara yang hancur akibat perang selama hampir 14 tahun.
Latar Belakang: Ekspor Terhenti Sejak 2011
- •Pada 2010, Suriah sempat mengekspor sekitar 380.000 barel per hari (bpd).
- •Perang sipil yang pecah pada 2011 menghancurkan infrastruktur minyak dan membuat ekspor berhenti.
- •Selama konflik, ladang minyak berpindah tangan berkali-kali dan terkena dampak sanksi Barat.
Kesepakatan Baru: B Serve Energy
- •Minyak berat tersebut dijual ke B Serve Energy, perusahaan yang terkait dengan raksasa perdagangan minyak BB Energy.
- •Pengiriman dilakukan menggunakan kapal tanker Nissos Christiana.
- •Minyak dipasok dari beberapa ladang Suriah, meski lokasi spesifik tidak diungkapkan.
Dinamika Politik dan Tantangan
- •Sebagian besar ladang minyak Suriah terletak di timur laut, wilayah yang dikuasai otoritas Kurdi.
- •Pada Februari 2025 lalu, otoritas Kurdi mulai memasok minyak ke pemerintah pusat di Damaskus, namun hubungan memburuk karena isu hak minoritas.
- •Sanksi AS dan Eropa sebelumnya memperumit ekspor dan impor energi, bahkan setelah Assad jatuh.
Perubahan Geopolitik: Sanksi Dicabut
- •Pada Juni 2025, Presiden AS Donald Trump mencabut sanksi terhadap Suriah, membuka jalan bagi perusahaan Amerika untuk mengembangkan rencana eksplorasi dan produksi minyak dan gas.
- •Langkah ini dipandang sebagai sinyal dukungan bagi pemerintahan baru di Damaskus.
Investasi Infrastruktur: Tartus Jadi Pusat Baru
- •Suriah menandatangani MoU senilai US$800 juta dengan DP World untuk mengelola dan mengoperasikan terminal multi-purpose di pelabuhan Tartus.
- •Kontrak ini menggantikan kesepakatan lama dengan perusahaan Rusia yang berlaku di era Assad.
Dengan dicabutnya sanksi AS dan masuknya investasi asing di sektor energi dan infrastruktur, Suriah berupaya mengembalikan perannya sebagai produsen minyak di kawasan. Namun, tantangan politik internal dan potensi konflik dengan otoritas Kurdi tetap menjadi hambatan besar bagi stabilitas jangka panjang. (Daily Maverick)