- Home
- Internasional
- Umumkan Darurat Militer, Presiden Korsel Yoon Suk Yeo Terancam Hukuman Mati
Umumkan Darurat Militer, Presiden Korsel Yoon Suk Yeo Terancam Hukuman Mati

INFORMASI.COM, Jakarta - Presiden Korea Selatan, Yoon Suk-yeol, menghadapi ancaman hukuman mati setelah deklarasi darurat militer yang dinilai kontroversial oleh parlemen dan publik. Keputusan tersebut sempat diberlakukan, namun akhirnya dicabut setelah memicu protes besar-besaran dan tekanan politik yang intens.
Dikutip dari Euro News, Jumat (6/12/2024), Menteri Pertahanan Kim Yong-hyun, yang dianggap turut bertanggung jawab, telah mengundurkan diri dan meminta maaf kepada publik atas insiden yang terjadi. "Pasukan bertindak atas perintah saya dan saya mengambil tanggung jawab penuh," ujar Kim saat mengumumkan pengunduran dirinya.
Presiden Yoon mengumumkan pada Kamis (5/12/2024), posisi Kim akan digantikan oleh pensiunan Jenderal Choi Byung-hyuk, yang saat ini menjabat sebagai duta besar Korea Selatan untuk Arab Saudi. Hingga Choi resmi menjabat setelah sidang parlemen, Wakil Menteri Pertahanan Kim Seon-ho akan mengambil alih sebagai pelaksana tugas.
Di tengah situasi ini, partai oposisi telah mengajukan mosi pemakzulan terhadap Presiden Yoon, yang akan diputuskan pada Sabtu (07/12/2024) malam. Pemakzulan membutuhkan dukungan dua pertiga dari 300 anggota Majelis Nasional, yaitu minimal 200 suara. Partai oposisi, dengan 192 kursi, hanya memerlukan tambahan delapan suara dari anggota partai Yoon.
Deklarasi darurat militer dilakukan beberapa jam setelah pertemuan Yoon dengan Presiden Kirgistan, Sadyr Japarov, yang sedang melakukan kunjungan resmi ke Seoul. Keputusan ini dituduh melanggar konstitusi karena dinilai sebagai upaya untuk “kudeta sendiri.” Langkah tersebut termasuk memobilisasi militer, menangguhkan aktivitas partai politik, serta menghalangi akses ke Majelis Nasional.
Meski tindakan Yoon menuai kritik keras, beberapa faksi dalam partainya menyatakan akan menolak pemakzulan. Namun, mereka juga menyebut deklarasi darurat militer itu tidak sesuai konstitusi. Yoon dapat berargumen bahwa Korea Selatan secara teknis masih dalam keadaan perang karena Perang Korea belum berakhir secara resmi.
Reaksi internasional pun beragam. Menteri Luar Negeri China, Wang Yi, menyebut situasi ini sebagai urusan dalam negeri Korea Selatan. Sementara itu, Jepang mengungkapkan kekhawatiran. “Korea Selatan dan Jepang adalah tetangga penting yang harus bekerja sama menghadapi tantangan global,” kata Kepala Sekretaris Kabinet Jepang, Hayashi Yoshimasa.
Jika pemakzulan berlanjut, Yoon akan ditangguhkan dari jabatannya hingga Mahkamah Konstitusi memutuskan statusnya. Ancaman hukuman mati atas tuduhan pengkhianatan tingkat tinggi menambah tekanan bagi Yoon. Meski Korea Selatan melegalkan hukuman mati, belum ada lagi eksekusi mati sejak 1997.
Komentar (0)
Login to comment on this news