Guru Besar Unpad: Pemutaran Lagu Kebangsaan Indonesia Raya tak Langgar Hak Cipta

INFORMASI.COM, Jakarta - Guru Besar Hukum Universitas Padjadjaran Prof. Ahmad M. Ramli menegaskan bahwa pemutaran lagu Indonesia Raya tak bisa dikategorikan sebagai pelanggaran hak cipta. Lagu kebangsaan, menurutnya, justru wajib disebarluaskan sebagai bagian dari kesadaran berbangsa.
Apa Dasarnya?
Ramli menyampaikan pandangannya saat hadir sebagai ahli dalam sidang uji materi Undang-Undang Hak Cipta di Mahkamah Konstitusi, Kamis (7/8/2025).
Eks Dirjen Kekayaan Intelektual itu merujuk pada Pasal 43 huruf a UU No. 28/2014, yang secara jelas menyebut bahwa lagu kebangsaan tidak termasuk pelanggaran hak cipta saat diputar, digandakan, atau disebarluaskan.
“ Pasal 43 huruf a mengatakan bukan dianggap sebagai pelanggaran hak cipta adalah publikasi, perbanyakan, dan seterusnya, lagu kebangsaan antara lain. ”
— Prof. Ahmad M. Ramli, Guru Besar Hukum Unpad, di Ruang Sidang MK, Jakarta, Kamis.
Kenapa Penting Diutarakan?
- •Penggunaan lagu Indonesia Raya termasuk dalam kategori penggunaan yang wajar (fair use).
- •Menurutnya, jika publik dipaksa membayar royalti, semangat nasionalisme bisa terganggu.
- •Kewajiban warga untuk mengenal, dan kewajiban negara untuk mengenalkan kepada warga.
“ Kalau disuruh bayar royalti, orang akan enggan. Padahal ini kewajiban warga negara untuk mengenal lagu kebangsaannya. ”
— Ramli menambahkan.
Sebelumnya
- •Isu royalti lagu Indonesia Raya mengemuka dalam perkara uji materi Pasal 10 dan 43 UU Hak Cipta yang sedang ditangani MK.
- •Dalam sesi tanya jawab, Brigjen Pol Arie Ardian Rishadi dari Kemenkumham sempat menyinggung soal kejelasan aturan royalti terhadap lagu kebangsaan.
- •Dalam sidang pada 31 Juli, Hakim Konstitusi Arief Hidayat juga menyoroti kekhawatiran bahwa tafsir royalti bisa berubah arah, dari gotong royong ke kapitalisme individual.
“ Kalau kita ikuti pasal ini secara letterlijk, orang yang paling kaya di Indonesia adalah W. R. Supratman. Apalagi mendekati 17 Agustus, semuanya nyanyi Indonesia Raya. ”
— Arief Hidayat, Hakim Konstitusi, dalam sidang pada 31 Juli 2025.
(ANT)