Diaspora 'Wong Jowo' di Suriname: Berawal dari Bekerja hingga Menetap

INFORMASI.COM, Jakarta - Sejak akhir abad ke-19, komunitas keturunan Jawa telah menjadi bagian dari masyarakat multikultural Suriname, sebuah negara di Benua Amerika Selatan.
Kedatangan mereka bermula dari kebijakan kolonial Belanda mendatangkan pekerja kontrak dari Hindia Belanda untuk mengisi kekosongan tenaga kerja setelah abolisi perbudakan diadakan. Saat itu, Suriname juga merupakan salah satu wilayah jajahan Belanda.
Sejarah Pemerintahan Darurat Republik Indonesia, Upaya Bangsa Bertahan di Tengah Gempuran BelandaBerawal dari Migrasi
Pada 1890, kelompok pertama imigran Jawa tiba di Suriname untuk bekerja di perkebunan, terutama di Marienburg yang dimiliki oleh Perusahaan Dagang Belanda (NHM). Dikutip dari Inside Indonesia, secara keseluruhan, hampir 33 ribu orang Jawa bermigrasi ke Suriname pada periode 1890-1939. Daerah-daerah yang menjadi tempat perekrutan adalah Batavia, Semarang, dan Surabaya.
Para buruh migran ditugaskan di perkebunan. Menurut klausul dalam kontrak, perkebunan harus menyediakan perumahan gratis bagi para pekerja kontrak. Namun, realitasnya, kualitas perumahan yang disediakan seringkali di bawah standar.

Seorang pejabat Hindia Belanda, H. van Vleuten, yang mengunjungi Suriname pada 1909 untuk menyelidiki kondisi kehidupan dan pekerjaan orang Jawa, melaporkan perihal kehidupan rumah tangga para imigran Jawa tampak "agak menyedihkan".
Hanya 20 hingga 25 persen dari para imigran Jawa yang kembali ke Pulau Jawa sebelum Perang Dunia II. Sebagian besar dari imigran memutuskan untuk menetap di Suriname.
Kehidupan dan Adaptasi
Darmoko, dosen di Universitas Indonesia, dalam Budaya Jawa dalam Diaspora: Tinjauan Masyarakat di Suriname menjelaskan bahwa setelah menyelesaikan kontrak, banyak dari pekerja Jawa yang memilih menetap di Suriname.
Mereka membentuk komunitas yang mempertahankan bahasa, tradisi, dan budaya Jawa, meskipun mengalami adaptasi dengan lingkungan baru. Bahasa Jawa tetap digunakan dalam komunikasi sehari-hari dan tradisi seperti wayang kulit serta seni gamelan terus dilestarikan.
Masyarakat Jawa-Suriname berhasil membangun identitas kultural yang kuat melalui bahasa, ritual, kesenian, dan gaya hidup komunal. Mereka juga membentuk komunitas yang direkatkan pengalaman historis bersama.
Migrasi Lanjutan
Pada 1954, sekitar 1.000 orang Jawa-Suriname melakukan repatriasi ke Indonesia dan menetap di Tongar, Sumatra Barat. Eksodus kedua terjadi pada 1970-an, sekitar 20 ribu orang Jawa pergi ke Belanda pada malam kemerdekaan Suriname pada 1975.
Bertahan Hingga Kini
Jika pergi ke Suriname, mungkin kamu tidak akan mengalami kesulitan bahasa dalam berkomunikasi. Karena banyak dari warga disana bisa berbicara bahasa Jawa.
Saat ini, orang keturunan Jawa-Suriname telah hidup turun temurun di Suriname, hingga mencapai generasi kelima dan keenam. Jumlahnya mencapai lebih dari 80 ribu orang atau sekitar 13 persen dari total penduduk.
(Penulis: Daffa Prasetia)
Komentar (0)
Login to comment on this news