- • Romo Mudji Sutrisno, rohaniwan Katolik sekaligus budayawan dan filsuf, wafat di Jakarta pada usia 71 tahun.
- • Romo Mudji wafat pada usia 71 tahun setelah menjalani perawatan akibat sakit.
- • Semasa hidup, Romo Mudji dikenal konsisten menjembatani dialog antaragama dan kepekaan sosial.
INFORMASI.COM, Jakarta - Kabar duka menyelimuti dunia intelektual dan kebudayaan Indonesia.
Franciscus Xaverius Mudji Sutrisno, SJ, rohaniwan Katolik yang juga dikenal dengan Romo Mudji, meninggal dunia, Minggu (28/12/2025).
Romo Mudji Sutrisno mengembuskan napas terakhir di Rumah Sakit St Carolus, Jakarta, pada Minggu (28/12/2025) pukul 20.43 WIB. Romo Mudji wafat pada usia 71 tahun setelah menjalani perawatan akibat sakit.
Kabar wafatnya disampaikan langsung oleh Uskup Agung Jakarta, Kardinal Ignasius Suharyo.
“ Telah meninggal dunia saudara kita, P Franciscus Xaverius Mudji Sutrisno, SJ (71 tahun) pada hari Minggu, 28 Desember 2025, pukul 20.43 di RS Carolus, Jakarta. ”
— Ignasius Suharyo, Uskup Agung Jakarta, di Jakarta, Senin (29/12/2025).
Duka Bagi Lintas Agama
Kepergian Romo Mudji turut menimbulkan duka mendalam bagi Menteri Agama Nasaruddin Umar. Menurut Menag, Romo Mudji merupakan salah satu figur penting dalam penguatan dialog antaragama di Indonesia.
“ Kami berduka mendengar kabar Romo Mudji wafat. Selamat jalan sahabat dialog lintas iman. ”
— Nasaruddin Umar, Menteri Agama, di Jakarta, Senin (29/12/2025).
Menag mengenang Romo Mudji sebagai sosok yang memiliki komitmen kuat terhadap dialog lintas iman dan penguatan toleransi. Ia menyebut, dalam berbagai kesempatan, dirinya kerap berdiskusi dengan Romo Mudji dalam forum-forum yang membahas perdamaian dan kemanusiaan.
“ Saya mengenal Romo Mudji sebagai figur yang sangat menghargai nilai-nilai kebudayaan dalam beragama. Romo Mudji sering memberikan perspektif seni dan estetika dalam nilai spiritual, dan itu sejalan dengan keberagamaan yang inklusif dan moderat. ”
— Menteri Agama menambahkan.
Disemayamkan di Kolese Kanisius
Jenazah Romo Mudji Sutrisno saat ini disemayamkan di Kapel Kolese Kanisius, Jakarta. Sejumlah karangan bunga ucapan dukacita dari berbagai kalangan terus berdatangan ke lokasi tersebut.
Rangkaian penghormatan terakhir dijadwalkan melalui Misa Requiem yang akan dilaksanakan pada Senin (29/12/2025) dan Rabu (30/12/2025) pukul 19.00 WIB di Kapel Kolese Kanisius, Jakarta. Jenazah akan diberangkatkan menuju Girisonta, Semarang, pada Selasa (30/12/2025) pukul 21.00 WIB.
Prosesi pemakaman akan dilangsungkan pada Rabu, 31 Desember 2025, diawali dengan perayaan Ekaristi pukul 10.00 WIB di Gereja Paroki setempat, kemudian dilanjutkan dengan pemakaman di Taman Mari Ratu Damai, Girisonta.
Jejak Intelektual dan Pengabdian Publik
Mudji Sutrisno lahir di Solo pada 12 Agustus 1954. Sepanjang hidupnya, ia dikenal konsisten menempatkan filsafat, spiritualitas, seni, dan kepekaan sosial sebagai satu kesatuan pemikiran yang saling menguatkan.
Ia menyandang gelar profesor dan menempuh pendidikan magister filsafat di Universitas Gregoriana, Italia. Hingga akhir hayatnya, Romo Mudji masih aktif mengajar dan berdiskusi dengan mahasiswa lintas disiplin ilmu.
Dalam dunia akademik, Romo Mudji tercatat sebagai pengajar di Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara, Jakarta. Selain itu, ia juga mengajar di Institut Seni Indonesia (ISI) Surakarta dan Universitas Indonesia (UI), menjangkau mahasiswa dari latar belakang filsafat, seni, hingga ilmu sosial.
Di luar kampus, Romo Mudji sempat terlibat langsung dalam urusan publik dengan menjadi anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) periode 2001–2003. Namun, ia memilih mengundurkan diri dari lembaga tersebut untuk kembali memusatkan perhatian pada dunia akademik dan pemikiran.
Pemikiran Romo Mudji tidak hanya hidup di ruang kelas. Ia dikenal produktif menulis buku dan artikel yang dimuat di berbagai media massa. Tema yang diangkat mencakup filsafat, seni, kemanusiaan, spiritualitas, serta persoalan sosial-budaya Indonesia.
Melalui karya-karya dan refleksinya, Romo Mudji Sutrisno berupaya menjembatani iman, kebudayaan, dan realitas sosial secara kritis, sekaligus membumi. Kepergiannya meninggalkan jejak intelektual dan teladan dialog yang kuat bagi kehidupan kebangsaan Indonesia.