CEO Telegram Bebas dengan Jaminan Rp 85,6 miliar

INFORMASI.COM, Jakarta - Pavel Durov, CEO dan Pendiri Telegram, telah dikenakan jaminan sebesar 5 juta euro atau setara Rp 85,6 miliar oleh pengadilan Prancis, setelah didakwa atas tuduhan aktivitas kriminal melalui platformnya.
Durov ditahan pada hari Sabtu (24/8/2024) di bandara Le Bourget, Paris, sebagai bagian dari penyelidikan yudisial yang dibuka oleh otoritas Prancis bulan lalu.
Setelah empat hari diinterogasi, Durov dibebaskan pada hari Rabu (28/5/2024) malam, namun dilarang meninggalkan Prancis selama penyelidikan lebih lanjut.
Hakim investigasi tidak hanya menetapkan jaminan tinggi sebesar 5 juta euro, tetapi juga memerintahkan Durov untuk melapor ke kantor polisi dua kali seminggu, menurut laporan Euronews. Langkah ini mencerminkan keseriusan tuduhan yang dihadapi Durov, yang lahir di Rusia dan kini juga memiliki kewarganegaraan Prancis.
Kontroversi Penangkapan CEO Telegram Pavel Durov Telegram Jadi Sarang Kejahatan Seks Digital di Korsel, Bagaimana Mulanya?Jaksa Paris, Laure Beccuau, menyatakan bahwa ada cukup bukti untuk menyelidiki Durov secara resmi atas tuduhan awal yang terkait dengan penyalahgunaan platform Telegram.
Tuduhan terhadap Durov termasuk dugaan bahwa Telegram digunakan untuk menyebarkan poronografil anak dan untuk perdagangan narkoba. Selain itu, Telegram dituduh menolak berbagi informasi atau dokumen dengan penyelidik saat diminta oleh hukum.
Tuduhan utama yang diajukan adalah “keterlibatan dalam mengelola platform online untuk memungkinkan transaksi terlarang oleh kelompok terorganisir,". Ini merupakan sebuah kejahatan serius di Prancis yang dapat menyebabkan hukuman hingga 10 tahun penjara dan denda 500 ribu euro atau setara Rp 8,56 miliar.
Fakta Mencengangkan CEO Telegram, Donor Sperma hingga Dijebak Agen MossadPenangkapan dan penahanan Durov telah memicu reaksi keras di Rusia, di mana beberapa pejabat pemerintah menuduh bahwa penangkapan tersebut bermotif politik dan menunjukkan standar ganda Barat terhadap kebebasan berbicara. Kritik ini mengingatkan kembali pada upaya Rusia untuk memblokir Telegram pada tahun 2018, yang kemudian dicabut pada tahun 2020 setelah upaya tersebut gagal.
Menanggapi kontroversi ini, Presiden Prancis Emmanuel Macron menegaskan bahwa penangkapan Durov bukanlah tindakan politik, melainkan bagian dari investigasi independen.
Wanita Ini Diduga Jadi Penyebab CEO Telegram Ditangkap, Ini Sosoknya"Negara kami sangat berkomitmen terhadap kebebasan berekspresi, tetapi kebebasan dijunjung tinggi dalam kerangka hukum," ujar Macron dalam sebuah unggahan di X.
Dalam pernyataan resminya, Telegram menyatakan bahwa mereka mematuhi hukum Uni Eropa dan bahwa moderasi konten mereka sesuai dengan standar industri dan terus meningkat.
Komentar (0)
Login to comment on this news