- Home
- Internasional
- Kala Wanita di Nigeria Menolak Kebijakan Pajak kepada Inggris
Kala Wanita di Nigeria Menolak Kebijakan Pajak kepada Inggris

INFORMASI.COM, Jakarta - Kebijakan kenaikan pajak tak jarang menuai penolakan dari masyarakat karena dinilai memberatkan.
Misalnya kebijakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 12% yang berlaku pada tahun depan serta diberlakukan kepada barang dan jasa premium/mewah. Kebijakan ini pun berujung kepada penolakan warganet dan tagar #TolakPPN12Persen viral di media sosial.
Ngomong-ngomong penolakan, pada masa lalu, pajak yang memberatkan masyarakat, tak jarang mengakibatkan perlawanan. Sebagai contoh, perlawanan wanita yang terjadi di Nigeria pada masa pendudukan Inggris.
Dalam artikel yang berjudul Women’s Protests against Colonial Taxation in the Eastern Provinces of Nigeria, dikutip pada Selasa (31/12/2024), seorang dosen dari Universitas Benin, Nigeria, Daniel Olise Iweze, menjelaskan bahwa ada beberapa faktor yang menyebabkan terjadi perlawanan penolakan kebijakan pajak kala itu. Salah satunya adalah kondisi ekonomi lokal masyarakat di masa itu.
Iweze menyebutkan kala itu pendapatan masyarakat turun 70-80% karena penurunan harga komoditas. Sementara itu, harga barang impor seperti garam, minyak tanah, mesin naik karena bea masuk meningkat.
“Ini mengakibatkan penurunan konsumsi barang-barang impor,” tulis Iweze.
Disebutkan pada 1932-1934, konsumsi minyak tanah turun 58%, garam 26%, sabun 57%, dan bahan tekstil 39%. Pendapatan pertanian menurun membuat warga Nigeria tak mampu lagi membeli produk-produk ini. Ditambah lagi, ada rumor tentang pajak tambahan baru bagi wanita, padahal waktu itu masyarakat berharap ada pengurangan tarif.
“Para wanita memprotes pengenaan pajak karena hal itu makin mengancam basis pertanian ekonomi. Itu adalah masalah bertahan hidup dalam situasi yang makin genting,” tulis dia.
Picu Perlawanan Perempuan
Nah, kebijakan pajak mendorong perlawanan perempuan. Pemerintah kolonial Inggris di Nigeria waktu itu, Frederick Lugard, menganggap pajak menjadi inovasi yang bsia memajukan daerah jajahan.
Aksi penolakan perempuan terhadap pajak, pecah pada 16 November 1929 di Oloko, Bende, Owerri, Nigeria. Saat itu, Kepala Suku Okugo, diminta untuk menghitung ulang jumlah laki-laki dewasa untuk mendapatkan daftar pajak baru. Waktu itu juga, tersebar rumor bahwa tujuan penghitungan ulang adalah pengenaan pajak kepada para perempuan.
Kepala Suku Okugo menugaskan Mark Emeruwa, seorang misionaris, untuk melaksanakan sensus. Saat Emeruwa mencoba mendata seorang perempuan untuk sensus, percikan api yang menyulut kerusuhan pun menyala.
Tarif PPN 12% Akan Diberlakukan Mulai 1 Januari 2025Tuntut Penghapusan Pajak Ini
Protes pajak yang dilakukan perempuan pada 1929 mengilhami partisipasi politik kaum perempuan di negara tersebut. Perempuan pun mengambil bagian dalam gerakan kemerdekaan Nigeria.
Dituliskan juga bahwa pada Desember 1929, para perempuan di daerah itu menuntut penghapusan pajak bagi laki-laki, menuntut kenaikan harga hasil bumi, serta meminta menurunkan harga barang impor.
Selain aksi pemberontakan antikolonial, protes itu juga mengilhami partisipasi politik para wanita di Nigeria. Sejumlah wanita terpilih untuk menduduki jabatan-jabatan politik. Protes ini bisa dipandang sebagai titik penting untuk meningkatkan kedudukan perempuan ke dalam otoritas politik dalam sistem pemerintahan lokal yang direformasi pada 1930-an hingga 1950-an.
(Penulis: Daffa Prasetia)
Komentar (0)
Login to comment on this news