Mengapa Masakan Jawa Tengah dan Jogja Cenderung Manis?

INFORMASI.COM, Jakarta – Kuliner Nusantara terkenal akan keberagamannya. Setiap daerah memiliki cita rasa yang khas.
Misalnya, kuliner dari Jawa Tengah dan Yogyakarta (sering disebut Jogja) memiliki rasa manis yang dominan. Sebut saja kue lupis yang disajikan dengan gula merah cair. Begitu juga gudeg yang menggunakan gula jawa sebagai bahan masakan.

Tidak jarang terlintas dari pikiran kita. Mengapa kuliner dari Jawa Tengah dan Jogja cenderung manis?
Jika dilihat dari sejarah, ternyata cita rasa manis khas kuliner daerah Jawa terpengaruh dari masa lampau.
Dikutip dari buku Semerbak Bunga di Bandung Raya karya Haryoto Kunto, Kamis (12/12/2024), rasa manis dalam masakan Jawa dikaitkan dengan pasokan gula di Jawa. Hal ini disebabkan oleh banyak pabrik gula didirikan di daerah itu.
5 Informasi Unik Sejarah Indonesia, Salah Satunya Soekarno Pernah Jadi Anak KosSementara itu, dalam Antropologi Kuliner Indonesia: Ekonomi, Politik, dan Sejarah di Belakang Bumbu Makanan Nusantara, banyak pabrik gula yang didirikan di Jawa tak lepas dari pengaruh kolonial Belanda.
Pada 1830, Gubernur Jenderal Hindia Belanda, Johannes van den Bosch, memberlakukan sistem tanam paksa (cultuurstelsel) untuk mengisi kekosongan kas pemerintah setelah perang melawan Pangeran Diponegoro dalam Perang Jawa (1825-1830).

Kala itu, petani diharuskan menanam tanaman komoditas ekspor, seperti tebu, teh, dan kopi. Petani di Jawa Tengah dan Jawa Timur diharuskan menanam tebu, sedangkan Jawa Barat.
Akibat kebijakan ini, 70% lahan pertanian di Jawa Tengah dan Jawa Timur berubah menjadi perkebunan tebu. Agar hasil produksi bisa terus meningkat, pemerintah kolonial juga mendirikan ratusan pabrik gula. Yang paling terkenal adalah De Tjolomadoe.
Sejarah Soto, Kuliner Indonesia yang Dipengaruhi Budaya TionghoaKarena lahan pertanian disulap menjadi perkebunan tebu dan pabrik gula, stok beras pun menipis. Rakyat pun kesulitan mendapatkan pangan dan terpaksa memasak dengan air gula.
Keberadaan pabrik gula di Jawa Tengah dan Yogyakarta pun berpengaruh terhadap kehidupan bangsawan di dua daerah ini. Saat tanam paksa dihapus pada 1870, bisnis gula beralih ke pihak swasta Belanda, orang Tionghoa, dan raja-raja Jawa. Keberadaan pabrik gula pun turut berpengaruh kepada gaya hidup para bangsawan di Jawa.
(Penulis: Daffa Prasetia)
Komentar (0)
Login to comment on this news