Saminisme: Gerakan Rakyat Jawa Tengah Melawan Pajak Kolonial

INFORMASI.COM, Jakarta – Pada akhir tahun 2024 terjadi keriuhan di antara masyarakat Indonesia. Keriuhan itu terjadi ketika pemerintah Republik Indonesia baru di bawah Presiden Prabowo Subianto hendak menaikkan pajak pertambahan nilai dari 11% ke 12%.
Pada masa lalu, sebelum Indonesia merdeka, perpajakan sudah merupakan isu yang sensitif. Ketika terjadi pemberlakuan pajak bagi masyarakat pribumi, tidak jarang terjadi perlawanan. Salah satu perlawanan terhadap pajak kolonial yang paling terkenal dalam sejarah Indonesia ialah gerakan Samin.
Nama Samin berasal dari suatu figur rakyat Blora bernama Samin Surosentiko.
Kala Wanita di Nigeria Menolak Kebijakan Pajak kepada InggrisMenurut M. Junus Melalatoa dalam Ensiklopedi Suku Bangsa di Indonesia, 1995, dikutip pada Senin (6/1/2025), figur ini memiliki darah biru dan dengan nama Raden Kohar, putra dari Raden Surowijoyo. Sumber lain mengatakan dia bernama Raden Kohar, keturunan Pangeran Kusumaningayu. Ia dilahirkan pada tahun 1859 di Desa Bapangan, Kecamatan Randublatung, Kabupaten Blora, Jawa Tengah.
Samin menggerakan rakyat Jawa Tengah dengan ajaran-ajaran yang disebut saminisme. Berawal dari Blora, menurut Melalatoa, saminisme ini menyebar ke banyak kabupaten sekitarnya seperti Rembang, Bojonegoro, Pati, Ngawi, Kudus, Brebes dan lain-lain.
Salah satu ajaran Samin yang paling terkenal dan dianggap berbahaya oleh pemerintah kolonial adalah mengenai pajak. Menurut buku resmi Propinsi Djawa-Tengah, 1952, pengikut Samin tidak suka membayar pajak. Mereka memiliki pandangan bahwa tidak wajar kalau mereka dikenakan pajak di tanah airnya sendiri. Mereka lebih senang dimintai sesuatu sebagai pemberian daripada dipungut sesuatu sebagai sewaan.
Samin Surosentiko, menurut Melalatoa, mulai menyebarkan ajarannya saat menginjak usia 30 tahun, setelah ia memerolehnya melalui pertapaan. Ajaran itu berintikan nilai kebersamaan, tolong-menolong dengan prinsip saling berbalasan, yang juga merupakan nilai budaya orang Jawa pada umumnya. Pengikuti Samin juga mengembangkan praktik demokrasi di kalangan kelompoknya melalui musyawarah dalam mengambil keputusan sehingga tak mudah dipengaruhi pihak eksternal.
Sejarah Hari Ini: Kapitan Pattimura Gugur Sebagai Pahlawan Nasional, Presiden Soekarno Blusukan ke Jawa TengahSebagai seorang pencetus saminisme dengan pengaruh besar, menurut buku Propinsi Djawa Tengah, 1952, maka jalan yang ditempuh Samin Surosentiko dalam mengembangkan pahamnya pada saat itu ialah dengan musyawarah. Dia mengumpulkan keluarganya dan mengadakan perjamuan dengan tetangga-tetangga dan kawan-kawannya dari daerah-daerah lain.
Perkumpulan atau permusyawarahan ini menunjukkan masyarakat Samin sebagai komunitas independen yang dapat berpikir dan bertindak secara bebas. Mereka juga tak membenci agama apapun dan tak pernah mengganggu aliran kepercayaan yang lain.
Pemerintah Belanda, tulis Melalatoa, menganggap ajaran ini berbahaya atau subversif karena tampak berorientasi politik. Meningkatnya penganut saminisme dan dianggapnya Samin Surosentiko sebagai ratu adil memaksa pemerintah kolonial untuk melakukan tindakan drastis. Pada tahun 1907, Samin Surosentiko dan sejumlah tokoh-tokoh masyarakat Jawa ditangkap dan dibuang ke Bengkulu. Tujuh tahun kemudian Samin Surosentiko meninggal dunia di Sawahlunto, Sumatra Barat pada 1914.
(Penulis: Dhia Oktoriza Sativa)
Komentar (0)
Login to comment on this news