- Home
- Nasional
- Sejarah Hari Ini: Lahirnya Persatuan Perjuangan, Oposisi Pertama dalam Sejarah Republik
Sejarah Hari Ini: Lahirnya Persatuan Perjuangan, Oposisi Pertama dalam Sejarah Republik

INFORMASI.COM, Jakarta – Jimly Asshidiqie berpendapat sifat alamiah demokrasi adalah kehadiran oposisi, Dalam refleksi negara demokrasi, output dalam oposisi adalah terwujudnya prinsip check and balances.
Dikutip dari buku Konstitusi dan Konstitusionalisme Indonesia 2006, Senin (6/1/2025), melalui prinsip tersebut, kekuasaan negara dapat diatur, dibatasi, bahkan dikontrol dengan sebaik-baiknya. Dengan begitu, penyelewengan kekuasaan oleh aparat penyelenggara negara yang menduduki jabatan publik dapat dicegah dan ditanggulangi dengan efektif.
Pada masa lalu, saat Republik Indonesia baru seumur jagung, oposisi pemerintahan juga telah muncul. Pada 6 Januari 1946, hari ini 79 tahun yang lalu, Persatuan Perjuangan, oposisi pertama di Indonesia dibentuk.
Menurut Pramoedya Ananta Toer dan kolega dalam Kronik Revolusi Indonesia Jilid II (1946), 1999, Persatuan Perjuangan dibentuk di Purwokerto atas anjuran Tan Malaka sebagai pemimpin penentang pemerintah. Sebanyak 143 organisasi dipersatukan untuk menumbangkan Kabinet Sutan Sjahrir.
Tolak Setiap Perundingan dengan Belanda
Sejarah Hari Ini: Mohammad Husni Thamrin Ditahan Pemerintah KolonialDua hari sebelum itu, 4 Januari 1946, tulis Slamet Muljana dalam Kesadaran Nasional: Dari Kolonialisme Sampai Kemerdekaan Jilid 2, 2008, Tan Malaka berpidato di hadapan ratusan organisasi dan menyatakan dengan tegas menolak setiap perundingan dengan Belanda.
Usahanya yang jelas untuk menghimpun kekuatan rakyat Indonesia demi melawan tentara kolonial ternyata menarik perhatian para utusan organisasi yang hadir dalam rapat itu. Aksi Tan Malaka jelas akan menimbulkan kesulitan dalam perundingan Indonesia-Belanda yang dipelopori oleh Sjahrir.
Pada 15 Januari, tulis Pramoedya dan kolega, di Solo dibentuk Volksfront atau Front Rakyat yang akan membantu Persatuan Perjuangan. Setelah diberikan petunjuk oleh Tan Malaka, dibentuklah panitia kecil untuk menyempurnakan program minimum.
Panitia itu terdiri dari 11 orang yaitu Ibnu Parna dari Pesindo, Wali Alfatah dari Masyumi, Ir. Sakirman dari Dewan Perjuangan Jawa Tengah, Mr. Abdulmadjid Djojoadiningrat dari Partai Sosialis Indonesia, Sudirman dari Tentara Keselamatan Rakyat (TKR), Atmadji dari TKR Laut, dan Tan Malaka. Dalam persidangan turut hadir pula Soetomo alias Bung Tomo dari Pusat Pemberontakan Rakyat.
Melalui panitia ini, tulis Slamet, program minimum dari Persatuan Perjuangan dirumuskan. Program ini meliputi:
- Berunding atas pengakuan kemerdekaan 100%,
- Pembentukan Pemerintahan Rakyat (sehaluan dengan keinginan rakyat),
- Pembentukan Tentara Rakyat (sehaluan dengan kemauan rakyat),
- Melucuti tentara Jepang,
- Mengurus tawanan bangsa Eropa,
- Menyita dan menyelenggarakan perkebunan musuh dan,
- Menyita dan menyelenggarakan perindustrian musuh (pabrik, bengkel, tambang, dan lain-lain).
Pengaruh dari Persatauan Perjuangan tidak lama terus menguat bahkan di kalangan penyelenggara negara. Pada 25 Januari 1946, catat Pramoedya dan kolega, Badan Pekerja Komite Nasional Pusat menganjurkan kepada seluruh rakyat untuk memperkuat Persatuan Perjuangan supaya revolusi nasional dapat diselesaikan dengan sempurna.
Perundingan Belanda-Indonesia yang diwakili Van Mook dan Sjahrir pada 10 Februari 1946, tulis Slamet Muljana, ternyata jauh dari kata memuaskan. Usulan Belanda tidak menyatakan pengakuan kemerdekaan Indonesia seratus persen yang dituntut Persatuan Perjuangan. Usulan Belanda itu ditolak oleh sidang Komite Nasional di Surakarta pada 28 Februari-2 Maret 1946. Kabinet Sjahrir akhirnya jatuh.
Sejarah Hari Ini: Kisah Unik di Balik Kepindahan Ibu Kota Republik Indonesia dari Jakarta ke YogyakartaJatuhnya Kabinet Sjahrir adalah wujud dari kecemerlangan politik Tan Malaka dalam kontestasi revolusi Indonesia tahap pertama. Seluruh organisasi, kecuali Partai Sosialis, tergabung ke dalam Persatuan Perjuangan dalam usaha menjatuhkan Sjahrir dari kursi perdana menteri.
Kehancuran Oposisi Pertama usai Sjahrir Diangkat Jadi Perdana Menteri
Menurut Slamet, ketika ratusan organisasi itu dihadapkan untuk memilih antara Soekarno-Hatta atau Tan Malaka sebagai pimpinan revolusi, mulai terjadi perpecahan. Soekarno-Hatta sendiri kembali menunjuk Sjahrir sebagai perdana menteri pada 12 Maret 1946.
Tak lama setelah Sjahrir diangkat kembali, justru Tan Malaka dan kawan-kawan yang mengalami nasib muram. Seperti yang dicatat oleh Pramoedya dan kolega dalam “Kronik Revolusi Indonesia”, beberapa tokoh politik, terutama dari Persatuan Perjuangan, ditangkap karena dianggap ada indikasi hendak mengubah susunan negara di luar undang-undang.
Mereka adalah Tan Malaka, Mr. Subardjo, Sukarni, Abikusno Tjokrosujoso, Sajuti Melik, Chaerul Saleh dan Mr. Muhammad Yamin. Penangkapan tersebut adalah awal dari kehancuran oposisi pertama dalam sejarah Republik Indonesia.
(Penulis: Dhia Oktoriva Sativa)
Komentar (0)
Login to comment on this news