Mengenal Wayang Potehi, Kesenian Tradisional Hasil Akulturasi Budaya Tionghoa dan Nusantara

Mengenal Wayang Potehi, Kesenian Tradisional Hasil Akulturasi Budaya Tionghoa dan Nusantara
Pernahkah kamu menyaksikan pertunjukan wayang potehi? (foto: Wikipedia)

INFORMASI.COM, Jakarta – Ada banyak jenis wayang di Indonesia. Salah satunya adalah wayang potehi.

Dikutip dari laman kebudayaan.kemdikbud.go.id, Rabu (11/12/2024), wayang potehi merupakan kesenian tradisional asal Tiohonghoa. Kesenian ini dibawa oleh perantauan Tionghoa ke Nusantara pada masa lampau dan melebur dengan kebudayaan lokal.

Wayang potehi diyakini berasal dari Provinsi Fujian, Cina bagian selatan. Kata “potehi” berasal dari kata pao yang artinya kain, tay (kantong), dan hie (wayang). Perjalanan wayang potehi bermula sejak abad ke-9 ketika Dinasti Tang berkuasa.

Kemudian, pada akhir abad ke-15 dan awal abad ke-16, banyak imigran Tiongkok yang datang ke Pulau Jawa. Mereka membawa banyak kebudayaan dari tempat mereka berasal, termasuk wayang potehi.

Dalam artikel Wayang Potehi: Popular Minority in Java as a Symbol of Multicultural Harmony yang terbit di Prosiding Universitas Diponegor, Dhinie A. Ryhilda dan Vania P. Hanjani, menjelaskan esensi wayang potehi di Indonesia berbeda di negara asalnya.

Di negara asal, wayang potehi digunakan untuk media atau perantara untuk menangkal hal-hal jahat. Cerita yang dibawakan adalah yang berkaitan dengan dewa-dewa.

Di tempat asal, wayang potehi digunakan untuk menangkal hal-hal jahat. (foto: Wikipedia)
Di tempat asal, wayang potehi digunakan untuk menangkal hal-hal jahat. (foto: Wikipedia)

Sementara itu, di Indonesia, wayang potehi lebih sering digunakan untuk hiburan masyarakat. Pertunjukan wayang potehi banyak dijumpai di Semarang (Jawa Tengah) dan Surabaya (Jawa Timur).

Pertunjukan Wayang Potehi

Wayang potehi dimainkan dengan lima jari. Rinciannya, jari manis, tengah, dan telunjuk digunakan untuk mengendalikan kepala, sementara ibu jari dan kelingking untuk menggerakkan wayang.

Pementasannya dilakukan di sebuah panggung berwarna merah yang disebut pay low. Untuk memainkannya, dibutuhkan 2 orang, yaitu dalang yang disebut sehu dan asistennya

Musik pengiringnya dimainkan oleh 3 musisi dengan alat musik seperti gembreng besar (toa loo), rebab (hian na), kayu (piak ko), suling (bien siauw), gembreng kecil (siauw loo), gendang (tong ko), dan terompet (thua jwee).

Ada serangkaian urutan pertunjukan wayang potehi. (foto: Wikipedia)
Ada serangkaian urutan pertunjukan wayang potehi. (foto: Wikipedia)

Dikutip dari artikel berjudul Potehi in New Order’s Restraint: The Lost of Inheritor Generation of Chinese Wayang Culture yang ditulis oleh Hendra Kurniawan, pertunjukan wayang potehi secara umum memiliki urutan tertentu.

Pertunjukan dibuka dengan musik pembuka dan memainkan semua alat musik. Lalu karakter utama masuk dengan monolog dan dialog, adegan peperangan, dan penutupan.

Sehu alias dalang membuka pertunjukan empat dewa wayang potehi (Hok Lok Sioe Tjwan), yaitu Bie Tjo (dewa panjang umur), Gong Kiem Liong (dewa kaya raya), Tjho Kok Kioe (dewa pangkat), dan Tjhai Tjoe (dewa anak pintar),” tulis Hendra.

Perkembangan Wayang Potehi di Indonesia

Perkembangan wayang potehi di Indonesia  mengalami pasang surut. Sebelum era Orde Baru, wayang potehi cukup terkenal di kalangan masyarakat khususnya di Jawa.

Diceritakan bahwa pernah dalam suatu pasar malam pada perayaan Sekaten di Yogyakarta, terdapat sebuah panggung yang khusus untuk wayang potehi. Pada 1963, di Semarang masih mudah ditemukan wayang potehi yang diletakkan di atas gerobak sapi.

Keputusan Presiden No. 14 Tahun 1967 tentang larangan peribadatan, adat istiadat, dan budaya Tionghoa di depan umum, melainkan hanya boleh dilakukan secara internal dalam keluarga atau perorangan. 

Kondisi tersebut membaik saat masa Reformasi, seiring dengan kebebasan berekspresi yang kembali. Sejak saat itu, wayang potehi mulai dipentaskan di berbagai tempat seperti pusat-pusat perbelanjaan.

(Penulis: Daffa Prasetia)

BAGIKAN
Anda harus login untuk memberikan komentar.